Isnin, 4 Jun 2018

Kata Imam Syafi’i, Tinggalkan Pendapatku Jika Menyelisihi Hadits

Ketika suatu pendapat manusia berseberangan dengan sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang harus kita dahulukan adalah pendapat Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tidak seperti sebagian orang ketika sudah disampaikan hadits shahih melarang ini dan itu atau memerintahkan pada sesuatu, eh dia malah mengatakan, “Tapi Pak Kyai saya bilang begini eh.” Ini beda dengan imam yang biasa jadi rujukan kaum muslimin di negeri kita. Ketika ada hadits shahih yang menyelisihi perkataannya, beliau memerintahkan untuk tetap mengikuti hadits tadi dan acuhkan pendapat beliau.

Imam Asy Syafi’i berkata,

إذَا صَحَّ الْحَدِيثُ فَاضْرِبُوا بِقَوْلِي الْحَائِطَ وَإِذَا رَأَيْت الْحُجَّةَ مَوْضُوعَةً عَلَى الطَّرِيقِ فَهِيَ قَوْلِي

“Jika terdapat hadits yang shahih, maka lemparlah pendapatku ke dinding. Jika engkau melihat hujjah diletakkan di atas jalan, maka itulah pendapatku.”[1]

Ar Rabie’ (murid Imam Syafi’i) bercerita, Ada seseorang yang bertanya kepada Imam Syafi’i tentang sebuah hadits, kemudian (setelah dijawab) orang itu bertanya, “Lalu bagaimana pendapatmu?”, maka gemetar dan beranglah Imam Syafi’i. Beliau berkata kepadanya,

أَيُّ سَمَاءٍ تُظِلُّنِي وَأَيُّ أَرْضٍ تُقِلُّنِي إِذَا رَوَيْتُ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ وَقُلْتُ بِغَيْرِهِ

“Langit mana yang akan menaungiku, dan bumi mana yang akan kupijak kalau sampai kuriwayatkan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian aku berpendapat lain…!?”[2]

Imam Syafi’i juga berkata,

إِذَا وَجَدْتُمْ فِي كِتَابِي خِلاَفَ سُنَّةِ رَسُولِ اللهِ فَقُولُوا بِسُنَّةِ رَسُولِ اللهِ وَدَعُوا مَا قُلْتُ -وفي رواية- فَاتَّبِعُوهَا وَلاَ تَلْتَفِتُوا إِلىَ قَوْلِ أَحَدٍ

“Jika kalian mendapati dalam kitabku sesuatu yang bertentangan dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka sampaikanlah sunnah tadi dan tinggalkanlah pendapatku –dan dalam riwayat lain Imam Syafi’i mengatakan– maka ikutilah sunnah tadi dan jangan pedulikan ucapan orang.”[3]

كُلُّ حَدِيثٍ عَنِ النَّبِيِّ فَهُوَ قَوْلِي وَإِنْ لَمْ تَسْمَعُوهُ مِنيِّ

“Setiap hadits yang diucapkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka itulah pendapatku meski kalian tak mendengarnya dariku.”[4]

كُلُّ مَسْأَلَةٍ صَحَّ فِيْهَا الْخَبَرُ عَنْ رَسُولِ اللهِ عِنْدَ أَهْلِ النَّقْلِ بِخِلاَفِ مَا قُلْتُ فَأَناَ رَاجِعٌ عَنْهَا فِي حَيَاتِي وَبَعْدَ مَوْتِي

“Setiap masalah yang di sana ada hadits shahihnya menurut para ahli hadits, lalu hadits tersebut bertentangan dengan pendapatku, maka aku menyatakan rujuk (meralat) dari pendapatku tadi baik semasa hidupku maupun sesudah matiku.”[5]

إِذَا صَحَّ الْحَدِيثُ فَهُوَ مَذْهَبِي وَإِذَا صَحَّ الْحَدِيْثُ فَاضْرِبُوا بِقَوْلِي الْحَائِطَ

“Kalau ada hadits shahih, maka itulah mazhabku, dan kalau ada hadits shahih maka campakkanlah pendapatku ke (balik) tembok.”[6]

أَجْمَعَ الْمُسْلِمُونَ عَلىَ أَنَّ مَنِ اسْتَبَانَ لَهُ سُنَّةٌ عَنْ رَسُولِ اللهِ لَمْ يَحِلَّ لَهُ أَنْ يَدَعَهَا لِقَوْلِ أَحَدٍ

“Kaum muslimin sepakat bahwa siapa saja yang telah jelas baginya sebuah sunnah (ajaran) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tak halal baginya untuk meninggalkan sunnah itu karena mengikuti pendapat siapa pun.”[7]

Perkataan Imam Syafi’i di atas memiliki dasar dari dalil-dalil berikut ini di mana kita diperintahkan mengikuti Al Qur’an dan hadits dibanding perkataan lainnya. Allah Ta’ala berfirman,

وَاتَّبِعُوا أَحْسَنَ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ بَغْتَةً وَأَنْتُمْ لَا تَشْعُرُونَ

“Dan ikutilah sebaik-baik apa yang telah diturunkan kepadamu dari Rabbmu sebelum datang azab kepadamu dengan tiba-tiba, sedang kamu tidak menyadarinya” (QS. Az Zumar: 55). Sebaik-baik yang diturunkan kepada kita adalah Al Qur’an dan As Sunnah adalah penjelas dari Al Qur’an.

الَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ أُولَئِكَ الَّذِينَ هَدَاهُمُ اللَّهُ وَأُولَئِكَ هُمْ أُولُو الْأَلْبَابِ

“Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal” (QS. Az Zumar: 18). Kita sepakati bersama bahwa Al Qur’an dan As Sunnah adalah sebaik-baik perkataan dibanding perkataan si fulan.

وَمَا آَتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.” (QS. Al Hasyr: 7).

Dalam hadits Al ‘Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menasehati para sahabat radhiyallahu ‘anhum,

فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ

“Berpegang teguhlah dengan sunnahku dan sunnah khulafa’ur rosyidin yang mendapatkan petunjuk (dalam ilmu dan amal). Pegang teguhlah sunnah tersebut dengan gigi geraham kalian.”[8]

Semoga kata-kata Imam Syafi’i di atas menjadi teladan bagi kita dalam berilmu dan beramal. Tidak membuat kita jadi fanatik dan taklid buta pada suatu madzhab. Boleh saja kita menjadikan madhzab Syafi’i sebagai jalan mudah dalam memahami hukum Islam. Namun ingat, ketika pendapat madzhab bertentangan dengan dalil, maka dahulukanlah dalil.

Wallahu waliyyut taufiq.



@ Ummul Hamam, Riyadh, KSA, 5 Rajab 1433 H





[1] Majmu’ Al Fatawa, 20: 211.

[2] Hilyatul Auliya’, 9: 107.

[3] Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab, 1: 63.

[4] Siyar A’laamin Nubala’, 10: 35.

[5] Hilyatul Auliya’, 9: 107.

[6] Siyar A’laamin Nubala’, 10: 35.

[7] I’lamul Muwaqi’in, 2: 282.

[8] HR. Abu Daud no. 4607 dan Tirmidzi no. 2676. Syaikh Al Albani menyatakan hadits ini shahih

Isnin, 29 Januari 2018

Mencintai Ilmu.

Kelebihan orang yang menuntut ilmu


Daripada al-Quran

 فَسۡ‍َٔلُوٓاْ أَهۡلَ ٱلذِّكۡرِ إِن كُنتُمۡ لَا تَعۡلَمُونَ

Terjemahan :

Maka bertanyalah kamu kepada Ahluzzikri (orang yang mengetahui mengenai kitab Allah) jika kamu tidak mengetahui.

Surah al-Anbiya’ ayat 7

فَلَوۡلَا نَفَرَ مِن كُلِّ فِرۡقَةٖ مِّنۡهُمۡ طَآئِفَةٞ لِّيَتَفَقَّهُواْ فِي ٱلدِّينِ وَلِيُنذِرُواْ قَوۡمَهُمۡ إِذَا رَجَعُوٓاْ إِلَيۡهِمۡ لَعَلَّهُمۡ يَحۡذَرُونَ

Terjemahan :

Oleh itu, hendaklah keluar sebahagian sahaja dari tiap-tiap puak di antara mereka, supaya orang-orang (yang tinggal) itu mempelajari secara mendalam ilmu yang dituntut di dalam agama dan supaya mereka dapat mengajar kaumnya (yang keluar berjuang) apabila orang-orang itu kembali kepada mereka; mudah-mudahan mereka dapat berjaga-jaga (dari melakukan larangan Allah).

Surah at-Taubah ayat 122

Daripada hadis Nabi Sallahu‘alaihiwasalam

مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَطْلُبُ فِيهِ عِلْمًا، سَلَكَ اللَّهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ

Terjemahan :

“Sesiapa yang menempuhi satu jalan untuk menuntut ilmu, Allah akan memasukkannya jalan ke syurga.”

Hadis riwayat Ibnu Abi Syaibah 8/729, Ahmad 2/407, Abu Daud (3643), at-Termizi (2646), Ibnu Majah (225), ad-Darimi 1/99, al-Hakim 1/88, 89, al-Baghawi dalam Syarh as-Sunnah (130), Ibn Abdil Barr dalam Jami’ Bayan al-‘Ilm Wa Fadluhu (172).

Berkata al-Iraqi : Hadis ini dikeluarkan oleh Muslim daripada hadis Abu Hurairah.

وَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا لِطَالِبِ الْعِلْمِ رِضًا بِمَا يَصْنَعُ

Terjemahan :

“Dan sesungguhnya malaikat merendahkan sayapkan bagi penuntut ilmu kerana reda dengan apa yang dilakukan oleh penuntut ilmu tersebut.”

Hadis riwayat Ahmad 5/196 (21763), Abu Daud (3641), at-Termizi (2682), Ibnu Majah (223), Ibnu Hibban (88) dan al-Baihaqi dalam Syu’ib al-Iman (1696).

Berkata al-Iraqi : Hadis ini dikeluarkan oleh Ahmad, Ibnu Hibban, al-Hakim dan beliau mensahihkannya daripada hadis Safwan bin ‘Asal.

لأَنْ تَغْدُوَ تَتَعَلَّمُ بَابًا مِنَ الْعِلْمِ، خَيْرٌ لَكَ مِنْ أَنْ تُصَلِّيَ مِائَةَ رَكْعَةٍ
Terjemahan :



“Demi Tuhanku, sesungguhnya berpagi-pagi kamu pergi menuntut satu bab daripada ilmu itu lebih baik daripada kamu sembahyang  seratus rakaat.”

Hadis riwayat Ibnu Majah (219) dan Ibnu Abdil Barr dalam Jami’ Bayan al-‘Ilm Wa Fadluhu (114).

Kata al-Iraqi : Hadis ini dikeluarkan oleh Ibn Abdil Barr daripada hadis Abu Zarr dan sanadnya tidak kuat dan hadis di sisi Ibnu Majah dengan lafaz yang lain.

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

Terjemahan :

Menuntut ilmu wajib keatas setiap muslim (lelaki dan perempuan).

Hadis riwayat Ibnu Abdil Barr dalam Jami’ Bayan al-‘Ilm Wa Fadluhu 1/9, Ibnu Majah (224), Abu Ya’la (2837), (2903), (4035), al-‘Uqaili dalam ad-Du’afa’ 4/250, at-Tabarani dalam al-Ausath (9), (2007), (2462), (8381), (8834), Ibnu ‘Adi dalam al-Kamil 6/2091, al-Baihaqi dalam Syu’b al-Iman (1663-1666) dan al-Khatib al-Baghdadi dalam Tarikh Baghdad 4/156, 207-208, 7/386. 

الْعِلْمُ خَزَائِنُ وَمِفْتَاحُهُ السُّؤَالُ، فَإِنَّهُ يُؤْجَرُ فِيهِ أَرْبَعَةٌ : السَّائِلُ وَالعَالِمُ وَالمُسْتَمِعُ وَالمُحِبُّ لَهُم

Terjemahan :

“Ilmu itu adalah khazanah dan kuncinya adalah bertanya. Maka sesungguhnya diberi pahala di dalamnya (ilmu) itu empat orang : orang yang bertanya, orang alim, orang yang mendengar ilmu dan orang yang cintakan ilmu.”

Hadis riwayat Abu Nu’aim al-Asbahani dalam Hilyah al-Auliya’ (bab manaqib Muhammad bin Ali al-Baqir) dan al-Khatib al-Baghdadi dalam al-Faqih wa Al-Mutafaqqih (693).

Kata al-Iraqi : Hadis ini diriwayatkan Oleh Abu Nu’aim daripada hadis Ali secara marfu’ dengan sanad yang da’if.

لَا يَنْبَغِي لِلْجَاهِلِ أَنْ يَسْكُتَ عَلَى جَهِلِهِ وَلَا لِلْعَالِمِ أَنْ يَسْكُتَ عَلَى عِلْمِهِ

Terjemahan :

“Tidak harus bagi orang yang jahil untuk berdiam diri atas kejahilannya (yakni tidak belajar) dan tidak harus bagi orang yang alim berdiam atas ilmunya (yakni tidak mengajar).”

Hadis riwayat at-Tabarani dalam Mu’jam al-Ausath (5365), ad-Dailami dalam Musnad al-Firdaus (7748). Kata al-Haithami dalam Majma’ az-Zawa’id (751) : “Hadis ini diriwayatkan oleh at-Tabarani dalam al-Ausath dan dalam sanadnya terdapat Muhammad bin Abi Hamid dan telah sepakat (ahli hadis) atas kedaifannya.”

Kata al-Iraqi : Hadis ini dikeluarkan oleh at-Tabari dalam al-Ausath, Ibnu Mardawaih dalam tafsirnya, Ibnu Sunni, Abu Nu’aim dalam Riyadhah al-Muta’alimin daripada hadis Jabir dengan sanad yang daif.

حُضُورُ مَجْلِسِ عَالِمٍ أَفْضَلُ مِنْ صَلاةِ أَلْفِ رَكْعَةٍ ، وَعِيَادَةِ أَلْفِ مَرِيضٍ ، وَشُهُودِ أَلْفِ جَنَازَةٍ ، فَقِيلَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمِنْ قِرَاءَةِ الْقُرْآنِ ؟ فَقَالَ : " وَهَلْ يَنْفَعُ الْقُرْآنُ إِلا بِالْعِلْمِ

Terjemahan :

Menghadiri majlis ilmu lebih baik daripada solat seribu rakaat, mengunjungi seribu orang yang sakit, menziarahi jenazah. Maka berkata seorang sahabat : “Wahai rasulullah, adakah lebih baik daripada membaca al-Quran?” Maka berkata Rasulullah s.a.w. : “Tiada manfaat membaca al-Quran melainkan dengan ilmu.”

Hadis ini maudhu’ (palsu), disebutkan oleh Ibnu Jauzi dalam al-Maudhu’at jilid 1 m.s 362 cetakan Maktabah at-Tadamuriyyah, al-Syaukani dalam Al-Fawaid Al-Majmu’ah Fi Al-Ahadis Al-Maudhu’ah (870), (893), al-Mulla Ali al-Qari dalam al-Asrar al-Marfu’ah Fi al-Akhbar al-Maudu’ah (176), al-Masnu’ Fi Ma’rifah al-Hadis al-Maudhu’ (114), as-Sayuthi dalam Al-Lali Al-Masnu’ah Fi Al-Ahadith Al-Maudu’ah jilid 1 m.s 199-200 cetakan Dar al-Ma’rifah, az-Zahabi dalam Tartib al-Maudu’at (121), Talkhis al-Maudhu’at (120), Ibnu Iraq al-Kanani dalam Tanzih Syari’ah al-Marfu’ah jilid 1 m.s 253 cetakan Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah.

Peringatan : Hadis ini adalah hadis maudhu’ (palsu), maka dilarang menceritakan hadis ini kecuali disertai menerangkan kepalsuannya dan hadis ini tidak dibenarkan untuk beramal walaupun dalam bab fadha’il amal (kelebihan amalan).

مَنْ جَاءَهُ الْمَوْتُ وَهُوَ يَطْلُبُ الْعِلْمَ لِيُحْيِيَ بِهِ الْإِسْلَامَ فَبَيْنَهُ وَبَيْنَ الْأَنْبِيَاءِ فِي الْجَنَّةِ دَرَجَةٌ وَاحِدَةٌ

Terjemahan :
“Sesiapa yang mati ketika dia sedang menuntut ilmu untuk menghidupkan agama Islam, maka darjatnya dan darjat para anbiya’ di dalam syurga adalah sama.”

Hadis ini da’if dan diriwayatkan oleh ad-Darimi (366), at-Tabarani  dalam Mu’jam al-Ausath (9454), Ibn Abdil Barr dalam Jami’ Bayan al-‘Ilm Wa Fadluhu (219), al-Khatib al-Baghdadi dalam Tarikh Baghdad jilid 4 m.s 134 cetakan Dar al-Gharb al-Islami, al-Faqih wa al-Mutafaqqih (795), Ibnu ‘Asakir dalam Tarikh Dimasq jilid 51 m.s 61 cetakan Dar al-Fikr dan al-Haitami dalam Majma’ Zawaid (504).

Kata al-Iraqi : Hadis ini dikeluarkan oleh ad-Darimi dan Ibnu Sunni dalam Riyad al-Muta’alimin daripada hadis al-Hasan, dikatakan beliau al-Hasan bin Ali, dan dikatakan beliau al-Hasan bin Yasar al-Basri secara mursal.

 Dipetik daripada kitab Sair as-Salikin illa Ibadah Rabb al-'Alamin oleh Syeikh Abdul Samad al-Falimbani Rahimahullah.



Halaman